Connect with us

General News

Bangkok Hadapi Krisis Polusi Udara, Pemerintah Gratiskan Transportasi Umum

REUTERS/Chalinee Thirasupa

SPILLS.CO.ID, Jakarta – Bangkok kembali menghadapi krisis polusi udara yang parah, menempatkannya sebagai kota dengan kualitas udara terburuk keempat di dunia, menurut data platform pemantauan udara IQAir yang berbasis di Swiss.

Pada Jumat (24/1/2025) pagi, Indeks Kualitas Udara (AQI) Bangkok mencapai 188, dengan tingkat PM2.5 beracun jauh melampaui ambang batas aman. Pemerintah Kota Metropolitan Bangkok (BMA) mendeklarasikan 48 dari 50 distrik sebagai zona merah berbahaya, dengan rata-rata konsentrasi PM2.5 sebesar 88,4 mikrogram per meter kubik (µg/m³)—lebih dari dua kali lipat ambang batas aman pemerintah yang ditetapkan pada 37,5 µg/m³.

Distrik Nong Khaem tercatat sebagai wilayah paling tercemar dengan tingkat PM2.5 mencapai 108 µg/m³, diikuti oleh Khan Na Yao, Min Buri, Thawi Watthana, dan Lak Si. Pemerintah mendesak warga untuk bekerja dari rumah dan menghindari aktivitas di luar ruangan guna mengurangi risiko kesehatan akibat kabut beracun ini.

“Situasi ini sangat mengkhawatirkan, dan kami menyarankan semua orang untuk mengambil tindakan pencegahan yang diperlukan,” demikian bunyi pernyataan resmi pemerintah.

Krisis Udara Meluas

Polusi udara tidak hanya melanda Bangkok. Chiang Mai, pusat wisata di utara Thailand, juga mencatat kualitas udara buruk dengan AQI mencapai 127, menempatkannya di peringkat ke-23 dunia.

Secara regional, Bangkok hanya kalah oleh Ho Chi Minh City, yang menduduki peringkat pertama kota dengan kualitas udara terburuk di Asia Tenggara. Kota lain di kawasan ini, seperti Phnom Penh dan Hanoi, juga bergulat dengan polusi berat, masing-masing berada di peringkat kelima dan ketujuh.

Krisis PM2.5 di Thailand biasanya memuncak selama musim kemarau, yakni November hingga April, ketika udara stagnan menjebak polutan, diperburuk oleh pembakaran limbah pertanian di wilayah utara.

Langkah Pemerintah Thailand

Sebagai tanggapan, pemerintah Thailand mengimplementasikan berbagai kebijakan darurat untuk mengatasi krisis ini, antara lain:

  1. Layanan Transportasi Gratis
    Warga Bangkok dapat menikmati perjalanan gratis menggunakan angkutan umum seperti BTS, MRT, dan bus BMTA selama 25–31 Januari 2025.

Wakil Perdana Menteri sekaligus Menteri Perhubungan, Suriya Juangroongruangkit, menyatakan langkah ini bertujuan mengurangi penggunaan kendaraan pribadi demi menekan emisi. “Mulai 25 hingga 31 Januari, orang dapat naik kereta listrik dan bus secara gratis sebagai bagian dari upaya kita memerangi kabut kota,” ujarnya.

Untuk mendukung kebijakan ini, pemerintah mengusulkan alokasi anggaran pusat sebesar 140 juta baht kepada Kabinet untuk mengganti kerugian operator transportasi selama periode ini.

  1. Pos Pemeriksaan Emisi Kendaraan
    Kementerian Perhubungan mendirikan delapan pos pemeriksaan asap hitam di lokasi-lokasi strategis seperti Future Park Rangsit, Taman Chatuchak, dan Jalan Rama II. Tujuannya adalah memantau dan menindak kendaraan yang menghasilkan polusi tinggi.
  2. Pembatasan Aktivitas dan Penutupan Sekolah
    Pemerintah BMA menginstruksikan hampir separuh dari 437 sekolah di bawah naungannya untuk ditutup sementara waktu, khususnya di wilayah dengan tingkat PM2.5 tinggi. Penutupan ini menjadi yang terbesar sejak 2020.

Namun, Unicef Thailand mengingatkan bahwa kebijakan ini dapat berdampak negatif pada anak-anak, terutama dari keluarga kurang mampu. “Penutupan sekolah harus menjadi pilihan terakhir,” ujar Severine Leonardi, Wakil Perwakilan Unicef Thailand.

  1. Pembatasan Truk Besar dan Pembakaran Limbah
    Akses truk besar dibatasi di beberapa wilayah hingga Jumat malam. Pemerintah juga memberikan insentif untuk menghentikan pembakaran limbah pertanian, salah satu penyebab utama polusi.
  2. Metode Eksperimental
    Otoritas mencoba metode eksperimental, seperti menyemprotkan air dingin atau es kering ke udara untuk mengurangi polusi. Namun, langkah ini belum menunjukkan hasil yang signifikan.

Kritik Terhadap Pemerintah

Krisis udara ini menjadi bahan kritik oposisi terhadap pemerintah. Natthaphong Ruengpanyawut, pemimpin Partai Rakyat, menyebut pemerintah gagal menangani masalah polusi dengan serius.

“Ketika perdana menteri menghirup udara segar di Swiss untuk menarik investasi ke Thailand, jutaan rakyat Thailand menghirup udara tercemar,” tulisnya di Facebook.

Krisis polusi udara yang melanda Bangkok dan kota-kota lain di Thailand menunjukkan perlunya langkah jangka panjang yang lebih terintegrasi. Sementara inisiatif transportasi gratis dan pembatasan aktivitas berpotensi memberikan dampak jangka pendek, upaya untuk menekan pembakaran limbah dan mengontrol emisi harus menjadi fokus utama dalam kebijakan lingkungan di masa mendatang.

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Exit mobile version