Connect with us

Education

Tokyo Terapkan Sistem Kerja 4 Hari Seminggu, Beri Karyawan Lebih Banyak Waktu untuk Berhubungan Badan

Unsplash/Cory Schadt

SPILLS.CO.ID, Jakarta – Pemerintah Metropolitan Tokyo akan mulai mengimplementasikan sistem kerja empat hari seminggu untuk Aparatur Sipil Negara (ASN) pada April 2025.

Kebijakan ini bertujuan untuk mendukung ibu pekerja dan meningkatkan angka kelahiran yang terus menurun. Dengan sistem ini, para pekerja akan mendapatkan tiga hari libur dalam seminggu.

Dalam kesempatan terpisah, pemerintah Tokyo juga memperkenalkan kebijakan yang memperbolehkan orang tua dengan anak kelas 1–3 SD untuk mengompensasi sebagian gaji mereka agar dapat pulang lebih awal.

“Kami akan mengkaji gaya kerja dengan fleksibilitas, memastikan tidak seorang pun meninggalkan pekerjaannya karena tuntutan seperti kelahiran atau pengasuhan anak,” kata Gubernur Tokyo Yuriko Koike pada Rabu, (4/12/2024).

Menanggapi Penurunan Angka Kelahiran

Angka kelahiran Jepang mencapai titik terendah pada Juni 2024, meskipun berbagai upaya telah dilakukan untuk mendorong pernikahan dan pembentukan keluarga di kalangan anak muda.

Pada tahun lalu, hanya 727.277 kelahiran tercatat, dengan tingkat kesuburan menurun ke angka 1,2—jauh di bawah tingkat 2,1 yang diperlukan untuk mempertahankan populasi stabil, menurut data Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja, dan Kesejahteraan Jepang.

Kebijakan ini merupakan bagian dari langkah-langkah darurat untuk membalikkan krisis populasi, termasuk mendorong laki-laki mengambil cuti melahirkan. Sosiolog mengaitkan rendahnya angka kelahiran dengan budaya kerja yang panjang dan biaya hidup yang tinggi, yang membuat kehamilan serta pengasuhan anak menjadi tantangan berat.

Budaya Kerja Jepang: Tantangan dan Harapan

Budaya kerja panjang dan lembur di Jepang telah lama menjadi perhatian. Fenomena karoshi atau kematian akibat terlalu banyak bekerja mencerminkan tekanan besar yang dialami pekerja Jepang. Hal ini juga membuat perempuan sering kali dihadapkan pada pilihan sulit antara karier dan keluarga.

Menurut data Bank Dunia, kesenjangan gender dalam partisipasi tenaga kerja di Jepang mencapai 55% untuk perempuan dibandingkan 72% untuk laki-laki. Sistem kerja empat hari seminggu diharapkan dapat menjadi solusi untuk menarik pekerja yang mencari keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi.

Sistem Kerja Empat Hari Seminggu di Negara Lain

Di negara-negara Barat, beberapa perusahaan telah mulai mengeksplorasi sistem kerja empat hari seminggu sebagai cara meningkatkan kesejahteraan dan produktivitas pekerja. Namun, di Indonesia, wacana ini masih mendapat penolakan.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta Kamdani, menilai kebijakan tersebut berpotensi menurunkan produktivitas kerja. “Apabila hari kerja dikurangi, jam kerja juga akan berkurang, sehingga akan lebih sulit bersaing dengan produktivitas negara lain di ASEAN,” ujarnya.

Indonesia Masih Relevan dengan Sistem Lima Hari Kerja

Sistem kerja di Indonesia masih diatur berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja, dengan waktu kerja 40 jam per minggu. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) Februari 2024, tingkat pendidikan tenaga kerja Indonesia yang rendah—58% lulusan SMP ke bawah—juga menjadi tantangan dalam meningkatkan produktivitas.

Plt Kepala Biro Humas, Hukum, dan Kerja Sama BKN, Nanang Subandi, menyebutkan bahwa sistem kerja empat hari seminggu belum menjadi pembahasan konkret di Indonesia. “Sistem lima hari kerja ASN masih relevan dengan kebutuhan layanan saat ini, terutama di sektor kesehatan dan pelayanan umum,” jelasnya.

Kebijakan Tokyo menerapkan sistem kerja empat hari seminggu menjadi langkah inovatif untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan menghadapi tantangan demografi. Meskipun mendapat respons positif di beberapa negara, implementasi kebijakan serupa di Indonesia membutuhkan kajian lebih mendalam, mengingat tantangan produktivitas dan kondisi tenaga kerja yang ada.

Exit mobile version