Connect with us

General News

Pemakzulan Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol Gagal Akibat Boikot Partai Pendukung

The Presidential Office

SPILLS.CO.ID, Jakarta – Upaya pemakzulan Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol atas keputusannya memberlakukan darurat militer gagal dalam pemungutan suara yang digelar Majelis Nasional pada Sabtu (7/12/2024).

Kegagalan tersebut terjadi setelah anggota parlemen dari Partai Kekuatan Rakyat (People Power Party/PPP), partai yang mendukung Yoon, melakukan boikot sidang. Akibatnya, pemungutan suara tidak mencapai kuorum dengan selisih lima suara.

Berdasarkan aturan, mosi pemakzulan membutuhkan dukungan dua pertiga mayoritas atau sekitar 200 dari 300 anggota parlemen. Ketua Majelis Nasional, Woo Won Shik, menyatakan bahwa jumlah suara yang diberikan tidak memenuhi persyaratan tersebut.

“Jumlah anggota yang memberikan suara tidak mencapai mayoritas dua pertiga yang dibutuhkan,” ujar Woo melansir AFP.

Strategi Boikot PPP

Partai Demokrat dan partai oposisi lainnya menguasai 192 kursi di parlemen, sehingga membutuhkan setidaknya delapan suara tambahan dari PPP untuk meloloskan mosi pemakzulan. Namun, strategi boikot PPP berhasil mencegah pembelotan anggotanya.

Dari 108 anggota parlemen PPP, 107 meninggalkan ruangan saat pemungutan suara. Hanya satu anggota PPP yang tetap hadir. PPP mengklaim langkah ini dilakukan untuk mencegah “perpecahan dan kekacauan”.

Reaksi dan Rencana Selanjutnya

Kegagalan pemakzulan ini memicu kekecewaan dari sekitar 150 ribu massa yang berdemonstrasi di luar gedung parlemen, menuntut pemecatan Yoon. Pemimpin Partai Demokrat, Lee Jae Myung, berjanji akan mengajukan kembali mosi pemakzulan pada Rabu (11/12/2024).

“Saya akan memakzulkan Yoon Suk Yeol, yang telah menjadi risiko terburuk bagi Korea Selatan, dengan cara apapun,” tegas Lee.

Para pengunjuk rasa juga berencana melanjutkan demonstrasi pada akhir pekan mendatang.

Respons Presiden dan Analisis Politik

Presiden Yoon sebelumnya meminta maaf atas kekacauan politik yang terjadi dan menyerahkan nasibnya kepada partai pendukungnya.

“Saya telah menyebabkan kecemasan dan ketidaknyamanan bagi publik. Saya dengan tulus meminta maaf,” ucap Yoon dalam pidato yang disiarkan di televisi.

Namun, Profesor Vladimir Tikhonov dari Universitas Oslo menyebut kegagalan ini menandakan krisis politik berkepanjangan di Korea Selatan.

“Kita akan memiliki presiden yang mati secara politik, pada dasarnya tidak dapat memerintah lagi, dan ratusan ribu orang akan turun ke jalan setiap minggu hingga Yoon dilengserkan,” katanya.

Kontroversi Keputusan Darurat Militer

Krisis ini bermula dari keputusan Yoon untuk memberlakukan darurat militer dengan alasan “menghilangkan elemen anti-negara yang merampas kebebasan rakyat”. Namun, langkah ini justru menimbulkan kecaman luas.

Saat darurat militer diumumkan, pasukan keamanan menyegel Majelis Nasional, mendaratkan helikopter di atap gedung, dan hampir 300 tentara dikerahkan untuk mengunci parlemen.

Anggota parlemen dari kedua belah pihak menghadang tentara dengan sofa dan alat pemadam kebakaran untuk tetap memasuki gedung.

Spekulasi muncul bahwa pasukan khusus yang diperintahkan untuk menahan para politisi berjalan lambat karena menyadari bahwa mereka terlibat dalam urusan politik, bukan keamanan nasional.

Dukungan dan Investigasi

Di tengah kontroversi ini, dukungan terhadap Yoon turun drastis, mencapai rekor terendah 13%. Meski pemakzulan gagal, kepolisian telah memulai penyelidikan terhadap Yoon atas dugaan pemberontakan terkait keputusan darurat militernya.

Jika mosi pemakzulan berhasil di masa depan, Yoon akan diberhentikan sementara sambil menunggu keputusan dari Mahkamah Konstitusi.

Exit mobile version