Spills News
Seleksi Pengelola Eks Terminal Sudirman Diduga Dimonopoli, Pejabat Disporapar Diduga Main Mata

SPILLS.CO.ID, Sukabumi — Proses seleksi pemanfaatan aset eks Terminal Sudirman Sukabumi yang kini menjadi pusat kuliner kembali menuai sorotan. Seleksi yang dilakukan oleh Dinas Pemuda, Olahraga, dan Pariwisata (Disporapar) Kota Sukabumi diduga penuh kejanggalan dan sarat praktik nepotisme.
Dugaan Nepotisme dan Ketidakterbukaan
Sumber terpercaya menyebutkan bahwa proses seleksi yang dimulai awal Maret 2025 tersebut dilakukan secara tidak transparan. Dua perusahaan yang mendaftar pada tahap awal adalah PT Putra Siliwangi Sejahtera (PASS), pengelola lama, dan PT Sagara Inovasi Sukabumi, yang kemudian diumumkan sebagai pemenang seleksi.
Panitia seleksi (pansel) terdiri dari lima orang: tiga dari Disporapar, satu dari Bagian Hukum, dan satu dari Bagian Pengadaan Barang dan Jasa (BPBJ). Namun, proses skoring pemenang tidak dilakukan secara terbuka. Bocoran internal menyebutkan bahwa PT PASS memperoleh skor 3,5 dan PT Sagara hanya 1,5, namun seleksi mendadak dibatalkan.
Alasan pembatalan adalah ketidakterpenuhinya dokumen—PT PASS disebut tidak mencantumkan harga penawaran ke kas daerah, dan PT Sagara tidak melampirkan surat pernyataan bermaterai. Ironisnya, dalam pengumuman sebelumnya, pansel hanya meminta penawaran harga sewa lapak terendah, tanpa mewajibkan penawaran harga tertinggi ke kas daerah.
“Pansel terkesan memainkan persyaratan dengan semaunya dan tak konsisten terhadap kesepakatan awal,” ujar salah satu sumber yang tak ingin disebutkan namanya.
Tahap Kedua, Aturan Diubah, Pemenang Tetap Dipertanyakan
Seleksi kembali dibuka pada 11 Maret 2025 dengan lima perusahaan peserta. Pada proses ini, kriteria penilaian diubah menjadi kombinasi penawaran sewa lapak terendah untuk pedagang dan sewa tertinggi ke kas daerah (PAD).
Namun, proses pra-kualifikasi kembali dilakukan terburu-buru. Perusahaan hanya diberi waktu sehari untuk melengkapi dokumen. Bahkan, terdapat perubahan mendadak seperti:
- Jumlah pedagang dari 150 menjadi 165
- Persyaratan rekomendasi RT/RW hingga kecamatan dilonggarkan
Hal ini menimbulkan dugaan bahwa persyaratan sengaja diubah agar memuluskan satu pihak tertentu.
Pemenang Diumumkan Tanpa Transparansi
Puncaknya, pada Jumat, 14 Maret 2025, pansel mengumumkan PT Sagara sebagai pemenang. Perusahaan asal Baros itu menang dengan penawaran sewa lapak Rp720.000/bulan dan kontribusi ke kas daerah Rp1.002.000.000 per tahun.
Namun yang menjadi sorotan, pembayaran ke kas daerah dilakukan dengan sistem cicilan per bulan, bukan pembayaran penuh untuk satu tahun sebagaimana disyaratkan sebelumnya.
“Padahal pansel sejak awal menegaskan pembayaran harus langsung untuk satu tahun. Ini menunjukkan bahwa perusahaan pemenang sebenarnya tidak siap secara finansial,” ungkap sumber.
Isu Titipan dan Dugaan Intervensi Pejabat
Beredar kabar bahwa PT Sagara adalah titipan kepala daerah baru Kota Sukabumi. Beberapa orang yang mengaku sebagai utusan wali kota disebut sering datang ke dinas, meminta percepatan proses seleksi.
“Hampir tiap hari mereka bawa-bawa nama Pak Wali. Orangnya berinisial R,” ujar seorang staf Disporapar.
Kecurigaan makin kuat setelah beredarnya surat edaran tertanggal 15 Maret 2025, yang menyatakan serah terima aset kepada PT Sagara. Padahal, seleksi baru dibuka awal Maret. Anehnya, surat itu menyebut sudah terjadi MoU sejak 15 Februari 2025, lengkap dengan nomor dan tanda tangan Kadis Disporapar, Tejo.
“Kalau itu salah ketik, kenapa suratnya distempel resmi dan dibagikan ke para pedagang?” tanya sumber lain.
Respons dari PT PASS dan DPRD
Direktur PT PASS, Vega Sukma Yudha, membenarkan adanya kejanggalan dalam proses seleksi tersebut. Ia bahkan sempat melakukan audiensi dengan DPRD Kota Sukabumi bersama dua perusahaan lain, PT Bitake dan PT SAE.
Namun, DPRD belum memberikan kepastian karena masih menunggu tanggapan resmi dari Wali Kota Sukabumi, Ayep Zaki.
“Kami tidak keberatan siapa pun yang menang, asalkan prosesnya fair dan transparan,” tegas Vega.
Ia juga menyayangkan keputusan pansel soal sistem pembayaran yang justru berpotensi mengurangi optimalisasi PAD.
“Kalau dibayar bulanan, lalu perusahaan wanprestasi di tengah jalan, adendum pembatalan akan sulit dilakukan. Kalau dibayar setahun penuh, jelas lebih aman untuk PAD,” katanya.
Menurut Vega, sebaiknya Pemda dan legislatif melakukan evaluasi menyeluruh terhadap pengelolaan eks Terminal Sudirman yang kini jadi salah satu pusat wisata kuliner dan ekonomi rakyat.
“Kalau memang ada pelanggaran, APH tinggal turun. Bukti sudah banyak, semua juga bisa lihat,” tutupnya.
Editor : Rudi Samsidi.