Connect with us

General News

Menteri HAM Usulkan UU Kebebasan Beragama di Luar Enam Agama Resmi

Bloomberg Technoz/Andrean Kristianto

SPILLS.CO.ID, Jakarta – Menteri Hak Asasi Manusia (HAM), Natalius Pigai, mengusulkan pembentukan Undang-Undang Kebebasan Beragama. Menurut Pigai, UU ini diperlukan untuk memberi kebebasan bagi warga negara dalam memeluk kepercayaan di luar agama-agama yang telah diakui negara.

“Misalnya, mereka yang percaya di luar agama resmi. Kami malah menginginkan ke depan harus ada Undang-Undang Kebebasan Beragama. Ini sikap kementerian,” ujar Pigai dalam konferensi pers di Kantor Kementerian HAM, Kuningan, Jakarta, Selasa (11/3/2025).

Perbedaan dengan UU Perlindungan Umat Beragama

Pigai menegaskan bahwa UU Kebebasan Beragama berbeda dengan UU Perlindungan Umat Beragama.

Menurutnya, UU Perlindungan Umat Beragama justru berpotensi memaksa warga negara untuk memilih salah satu agama yang diakui oleh negara.

“Negara tidak boleh mengakui dan menjustifikasi adanya ketidakadilan dalam beragama. Oleh karena itu, harus ada undang-undang yang benar-benar melindungi kebebasan beragama,” tegas Pigai.

Pigai juga menyatakan bahwa usulan ini masih dalam tahap wacana dan membuka ruang diskusi bagi pihak yang pro maupun kontra.

“Silakan kalau ada yang mau protes, tidak apa-apa. Ada yang tidak protes, juga tidak apa-apa. Ini demokrasi,” katanya.

Landasan Hukum dan Putusan Mahkamah Konstitusi

Sebelumnya, pada tahun 2017, Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan bahwa negara wajib melindungi dan menjamin hak warga negara untuk memeluk suatu kepercayaan di luar enam agama yang diakui secara resmi di Indonesia.

Putusan ini dikeluarkan dalam uji materi terhadap Pasal 61 ayat (1) dan (2), serta Pasal 64 ayat (1) dan (5) UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan juncto UU Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas UU Nomor 23 Tahun 2006.

Hakim MK Saldi Isra dalam putusannya menyatakan bahwa hak untuk menganut agama dan kepercayaan merupakan bagian dari hak asasi manusia dalam kelompok hak-hak sipil dan politik.

“Dalam negara demokrasi yang berdasarkan hukum, negara justru dibentuk untuk melindungi, menghormati, dan menjamin pemenuhan hak-hak tersebut,” kata Saldi.

Ia juga menekankan bahwa hak beragama adalah hak alamiah yang melekat pada setiap manusia, bukan pemberian negara.

Menanggapi Penurunan Indeks Demokrasi

Pigai menyebut bahwa usulan UU Kebebasan Beragama juga bertujuan menanggapi penurunan Indeks Demokrasi Indonesia 2024 yang dirilis oleh Economist Intelligence Unit (EIU).

Selain mengusulkan UU Kebebasan Beragama, Kementerian HAM juga merekomendasikan revisi Peraturan Kapolri tentang ujaran kebencian serta revisi UU Nomor 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) sebagai langkah untuk meningkatkan indeks demokrasi di Indonesia.

“Langkah-langkah ini penting untuk memastikan kebebasan beragama, kebebasan berbicara, dan penguatan demokrasi di Indonesia,” tutup Pigai.

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *