General News
Mantan Presiden Filipina Rodrigo Duterte Ditangkap di Bandara Manila

SPILLS.CO.ID, Jakarta – Mantan Presiden Filipina, Rodrigo Duterte, ditangkap sesaat setelah mendarat di Bandara Internasional Manila dari Hong Kong. Duterte langsung digiring ke ruang tahanan untuk menjalani pemeriksaan oleh pihak kepolisian.
Penangkapan dilakukan setelah kepolisian Filipina menerima surat perintah dari Pengadilan Kriminal Internasional (International Criminal Court/ICC). Sejak 2021, ICC telah menyelidiki Duterte atas dugaan kejahatan terhadap kemanusiaan dalam operasi antinarkoba yang dilakukan selama masa pemerintahannya.
Duterte Pertanyakan Penangkapannya
Dalam sebuah video yang dikirimkan putri bungsunya, Veronica Duterte, Duterte mempertanyakan dasar hukum atas penahanannya.
“Apa dasar hukumnya atas penangkapan ini? Apa kejahatan yang telah saya lakukan?” ujar Duterte dalam video yang diterima GMA, seperti dikutip Reuters.
Dalam video lainnya yang dirilis Veronica melalui Instagram Story, Duterte terlihat mengenakan kaos polo biru gelap dan jaket hitam, duduk dikelilingi beberapa orang saat berbicara.
Kronologi Penangkapan Duterte
Duterte mendarat di Bandara Internasional Manila pada Selasa (11/3/2025) sekitar pukul 10.30 waktu lokal setelah perjalanan dari Hong Kong. Tak lama setelah turun dari pesawat, ia langsung digiring ke ruang tahanan untuk pemeriksaan lebih lanjut.
Kepolisian Filipina melakukan penangkapan berdasarkan surat perintah dari ICC. Istana Kepresidenan Filipina mengonfirmasi bahwa Interpol Manila menerima surat perintah penangkapan resmi dari ICC pada dini hari sebelumnya.
Jaksa Agung Richard Anthony Fadullon menyerahkan pemberitahuan dari ICC terkait dugaan kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan Duterte selama operasi antinarkoba. Pejabat PNP (Polisi Nasional Filipina) yang melaksanakan penangkapan mengenakan kamera tubuh untuk mendokumentasikan prosesnya.
Latar Belakang Kasus
Menurut catatan kelompok hak asasi manusia, operasi antinarkoba Duterte menewaskan antara 12.000 hingga 30.000 orang, dengan puncak kematian terjadi pada 2016 dan 2017. Data resmi kepolisian Filipina mencatat lebih dari 6.200 korban jiwa.
Kelompok pembela HAM menyebut bahwa banyak pengguna narkoba dan pedagang kecil tewas dibunuh secara misterius oleh penyerang tak dikenal. Dugaan keterlibatan aparat kepolisian dalam eksekusi ini juga sempat mencuat dalam berbagai investigasi.
Duterte sendiri menolak meminta maaf atas kebijakan kerasnya dalam perang melawan narkoba. “Saya melakukan apa yang harus saya lakukan untuk negara saya,” ujar Duterte dalam penyelidikan parlemen pada 2024.
Respon dan Implikasi Politik
Penangkapan Duterte menimbulkan reaksi beragam.
- Mantan juru bicara kepresidenan Duterte, Salvador Panelo, mengecam tindakan ini sebagai “pelanggaran hukum”, mengingat Filipina telah menarik diri dari ICC.
- ICC, di sisi lain, menegaskan tetap memiliki yurisdiksi atas dugaan kejahatan yang terjadi sebelum Filipina keluar dari keanggotaan.
- Koalisi Internasional untuk Hak Asasi Manusia di Filipina menyebut penangkapan ini sebagai “momen bersejarah” untuk akuntabilitas atas dugaan pelanggaran HAM.
Duterte berada di Hong Kong untuk berkampanye bagi calon senator dalam pemilihan paruh waktu 12 Mei mendatang. Penangkapannya juga terjadi di tengah keretakan hubungan politik antara keluarga Duterte dan Presiden Ferdinand Marcos Jr.
Pada awal Februari 2025, parlemen Filipina memilih untuk memakzulkan Wakil Presiden Sara Duterte—putri Rodrigo Duterte—atas dugaan korupsi. Sara Duterte membantah tuduhan tersebut dan menyebutnya sebagai “dendam politik.”
Presiden Marcos Jr yang sebelumnya menolak kerja sama dengan ICC kini mengubah pendiriannya, membuka peluang Filipina bekerja sama dengan pengadilan internasional dalam kasus ini. Belum jelas apakah Duterte akan diekstradisi ke Den Haag, Belanda, untuk menjalani sidang di ICC.
Duterte dan Warisan Kepemimpinannya
Rodrigo Duterte, yang kini berusia 79 tahun, memimpin Filipina dari 2016 hingga 2022 dengan janji memberantas narkoba dan kejahatan dengan tangan besi. Ia kerap melontarkan pernyataan kontroversial, seperti membandingkan dirinya dengan Adolf Hitler dalam konteks perang terhadap narkoba.
Warisan kebijakannya tetap menjadi perdebatan di Filipina. Sementara sebagian masyarakat menganggapnya sebagai pemimpin yang tegas, banyak pihak menilai kebijakan Duterte sebagai pelanggaran berat terhadap HAM.
Penangkapan Duterte menjadi titik penting dalam perjalanan hukum dan politik Filipina, dengan kemungkinan dampak besar terhadap dinamika pemerintahan dan hubungan internasional negara tersebut.