General News
Irak Sahkan Baru UU Pernikahan yang Dinilai Legalkan Pernikahan Anak
SPILLS.CO.ID, Jakarta – Parlemen Irak telah mengesahkan amandemen Undang-Undang Status Pribadi yang memberikan kewenangan lebih besar kepada pengadilan Islam dalam urusan keluarga, termasuk perkawinan, perceraian, dan warisan. Amandemen ini memungkinkan ulama untuk memutuskan kasus berdasarkan interpretasi hukum Islam.
Menurut laporan CNN, perubahan ini ditafsirkan oleh sebagian pihak sebagai legalisasi pernikahan anak perempuan di awal usia remaja, bahkan sekitar 9 tahun, sesuai mazhab Jafaari atau Ja’fari.
Mazhab Jafaari dan Usia Pernikahan
Mazhab Jafaari, yang merupakan aliran Syiah dominan di Irak, menetapkan usia minimal menikah bagi perempuan adalah 9 tahun dan laki-laki 15 tahun. Bahkan, mazhab ini memungkinkan wali untuk menikahkan anak yang belum mencapai usia tersebut.
Pendukung amandemen, termasuk sejumlah anggota parlemen konservatif, menganggap perubahan ini sebagai upaya menyelaraskan hukum dengan prinsip Islam dan mengurangi pengaruh budaya Barat di Irak.
“Ini langkah penting dalam proses peningkatan keadilan dan pengorganisasian kehidupan sehari-hari warga negara,” ujar Ketua Parlemen Irak, Mahmoud Al Mashhadani.
Pandangan serupa diungkapkan oleh anggota parlemen, Raid Al Maliki, yang menyatakan dukungannya terhadap amandemen tersebut.
Kritik terhadap Amandemen
Namun, sejumlah aktivis hak asasi manusia mengecam amandemen ini karena dianggap melemahkan Undang-Undang Status Pribadi Irak Tahun 1959. UU tersebut sebelumnya menetapkan usia minimal menikah adalah 18 tahun dalam banyak kasus, serta memberikan perlindungan hukum bagi perempuan dan anak-anak.
Aktivis Liga Perempuan Irak, Intisar Al Mayali, menilai perubahan ini akan berdampak buruk pada perempuan dan anak perempuan.
“Melalui pernikahan anak di usia dini, hak anak untuk hidup sebagai anak-anak akan dilanggar, dan hal ini juga akan mengganggu mekanisme perlindungan untuk perceraian, hak asuh, dan warisan bagi perempuan,” jelas Mayali.
Langkah Lain Parlemen Irak
Selain mengesahkan amandemen UU Status Pribadi, parlemen Irak juga melegalkan UU Amnesti Umum dan Undang-Undang Restitusi Tanah.
Meskipun mendapat dukungan dari kalangan konservatif, amandemen ini memicu kekhawatiran global terkait dampaknya terhadap hak-hak perempuan dan anak-anak di Irak.