Connect with us

General News

MA Pangkas Hukuman Setya Novanto Jadi 12,5 Tahun Penjara Terkait Kasus Korupsi e-KTP

Kompas.com/Robertus Belarminus

SPILLS.CO.ID, Jakarta — Mahkamah Agung (MA) mengabulkan permohonan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan oleh terpidana kasus korupsi proyek KTP elektronik (e-KTP), Setya Novanto, yang juga merupakan mantan Ketua DPR RI. Dalam putusannya, MA memotong hukuman pidana Setnov dari semula 15 tahun menjadi 12 tahun dan 6 bulan penjara.

Putusan ini tertuang dalam perkara Nomor 32 PK/Pid.Sus/2020, yang diperiksa dan diadili oleh majelis hakim yang diketuai Surya Jaya dengan anggota hakim Sinintha Yuliansih Sibarani dan Sigid Triyono. Panitera pengganti dalam perkara ini adalah Wendy Pratama Putra. Putusan dibacakan pada Rabu, 4 Juni 2025, setelah proses yang memakan waktu 1.956 hari sejak perkara didaftarkan pada 6 Januari 2020.

Dalam amar putusannya, MA menyatakan bahwa Setnov terbukti melanggar Pasal 3 jo. Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Isi Putusan MA:

  • Pidana Penjara: 12 tahun 6 bulan
  • Denda: Rp500 juta, subsidair 6 bulan kurungan
  • Uang Pengganti (UP): US$7,3 juta, dikompensasi Rp5 miliar yang telah dititipkan ke penyidik KPK
  • Sisa UP: Rp49.052.289.803, subsidair 2 tahun penjara
  • Pidana Tambahan: Pencabutan hak menduduki jabatan publik selama 2 tahun 6 bulan setelah menjalani pidana pokok

Putusan ini lebih ringan dibanding putusan sebelumnya oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta, yang menjatuhkan hukuman 15 tahun penjara, denda Rp500 juta subsidair 3 bulan kurungan, dan pencabutan hak jabatan publik selama 5 tahun.

Respons Masyarakat Sipil: MAKI Kritik Pengurangan Hukuman

Putusan MA ini mendapat kritik tajam dari Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman. Ia menyebut pengurangan hukuman dalam putusan PK mencederai semangat pemberantasan korupsi.

“Saya kecewa dengan dikabulkannya PK Setya Novanto. Seharusnya, jika PK dikabulkan karena adanya novum (bukti baru), maka terdakwa dibebaskan. Tapi kalau tidak, PK seharusnya ditolak. Tidak ada konsep PK yang justru mengurangi hukuman,” kata Boyamin, Kamis (3/7/2025).

Boyamin juga membandingkan putusan ini dengan masa kepemimpinan almarhum Artidjo Alkostar, hakim agung yang dikenal keras terhadap pelaku korupsi.

“Kalau zaman Pak Artidjo malah hukumannya ditambah. Sekarang justru dikurangi. Ini membuat publik makin apatis terhadap pemberantasan korupsi,” ujarnya.

Boyamin menilai putusan MA ini menjadi preseden buruk dan menunjukkan bahwa MA tidak menjadi teladan dalam pemberantasan korupsi.

Setya Novanto sebelumnya divonis bersalah dalam kasus mega-korupsi pengadaan KTP elektronik senilai triliunan rupiah. Ia terbukti menerima gratifikasi sebesar US$7,3 juta, dan sempat ditahan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) setelah menjalani pemeriksaan intensif pada 2017 lalu.

Dengan putusan ini, hukuman Setya Novanto menjadi lebih ringan, baik dalam masa pidana pokok, denda, maupun pencabutan hak politiknya.

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *